Belajar dari Pintu Kosan

Sore itu seperti biasanya, sepulang kerja aku mandi untuk menghilangkan gerah. Saat mandi terdengar suara aneh, “dok dok dok…” seperti suara pintu yang di pukul-pukul. Pikirku paling itu manda, tetangga kos yang suka ngamuk-ngamuk mukul-mukul tembok dan pintu kamar kosannya. Segera aku selesaikan mandi dan segera balik ke kamar. Setelah mandi aku berrencana untuk ke tukang cukur samping bengkel, rambut udah cukup panjang dan susah dirapikan jadinya mau dipotong agar rapi lagi.

Setelah beberes dan ganti pakaian aku segera keluar kamar. Saat mau keluar kosan, di depan pintu kos ada bapak-bapak gak aku kenali sedang mukul-mukul pintu depan kosan. Aku hampiri, karena harus lewat situ untuk keluar kosan. Bapak ini dengan ramah menyapa dan menjelaskan apa yang dia lakukan. Bapak itu bernama Kaab bin ali, dia baru saja datang dari Makasar untuk membesuk anaknya yang kuliah di Univ. Sahid Jakarta Selatan.

 Bapak yang lebih akrab di panggil pak Ali ini melanjutkan kegiatannya membetulkan pintu yang entah berapa lama rusak. Pintu itu sudah beberapa kali dibetulkan tapi lanjut rusak lagi, mungkin yang membetulkan tidak jago. Diganti baut pintu yang lama dengan baut baru yang sudah di beli bapak ini. Terlihat ada sebungkus plastik berisi baut di samping pak Ali.  

Sesekali pak Ali bercerita pengalamannya, “dulu saya suka pindah-pindah kosan mas, tiap kali pindah ibu kos sering nangis. Katanya jarang ada orang kaya saya (pak Ali), peduli dengan kosannya. Kalau ada yang rusak saya sering bilang dengan ibu kos, bu ini saya benerin ya.” Begitulah penuturan dari bapak ini. Memang benar sangat sulit menemukan orang yang peduli dengan sekitarnya apa lagi di Jakarta ini.

Pak Ali pindah bergeser ke wastafel samping tangga, sambil menunjuk dinding di atas wastafel bapak ini memberi nasehat, “kalo ini tinggal dikasih air dan di gosok pasti dah bersih lagi.” Meski jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetep harus bisa kerja ginian. Itu kalimat yang sering diucapkan bapak ini.

Setelah pintu sudah bener, dicoba di putar naik turun tangaki pintunya. “tuh udah bener kan”, sambil senyum aku membalasnya. 

Itulah pertemuan yang singkat namun penuh dengan nasehat dan petuah dari Pak Kaab bin Ali. Setelah itu aku melanjutkan tujuanku untuk ke tukang cukur, tak lupa berpamitan.

Esoknya bapak ini sudah tidak ada lagi dikosan, dia sempat bilang lusa sudah balik ke Makasar lagi. Semoga bisa ketemu lagi pak Ali, ada banyak ilmu yang saya pelajari dari bapak.

Salam,
Konno Yuki
Tebet, Jakarta Selatan

Kelik Isbiyantoro

| I'm Moslem, Writer, Statistician, Designer. | Humorous, Perfectionist, Artistic. | "Will be the heir to heaven Al Firdaus" |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar