Belajar Silaturohim

Hari ini aku teringat beberapak kejadian yang sering aku lakukan dahulu. Hampir setiap hari saat aku masih kecil (masih sekolah dasar), mama (ibu) sering mengajak aku untuk berkunjung ke rumah simbah (kakek/nenek). Rumah simbah sangat dekat dengan rumah kami, karena hanya berbeda dusun saja, berjalan 10 menit atau naik sepeda 5 menit sudah sampai. Saat itu aku tidak mengerti apa-apa, maka aku ngikut saja mama. Terkadang, aku di suruh sendiri untuk main ke rumah simbah sendiri sekedar membawakan makanan, ataupun mengantarkan lawe (benang yang di pakai untuk menenun batik lurik khas klaten).

 
Setelah 7 tahun merantau, 6 tahun di Semarang dan 1 tahun di Jakarta. Barulah aku sedikit mengerti kenapa dulu mama sering mengajakku. Aku sifatnya agak tertutup, tidak banyak bicara kecuali kepada orang yang aku merasa nyaman dengannya. Jadi saat dulu di ajak datang ke simbah, aku lebih banyak diam. Sekalipun saat itu ada saudara-saudara dari keluarga ibu di sana.

Setelah aku membaca rangkuman ceramah dari Ust. AA Gym, aku sedikit memahami apa yang aku lakukan dahulu itu. Berikut adalah rangkuman ceramahnya:

_________________________________________________________________________________

Rahasia Silaturahmi

"Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? 'Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,' sabda Rasulullah SAW, 'adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan" (HR Ibnu Majah).

Silaturahmi tidak sekadar bersentuhan tangan atau memohon maaf belaka. Ada sesuatu yang lebih hakiki dari itu semua, yaitu aspek mental dan keluasan hati. Hal ini sesuai dengan asal kata silaturahmi itu sendiri, yaitu shilat atau washl, yang berarti menyambungkan atau menghimpun, dan ar-rahiim yang berarti kasih sayang.

Makna menyambungkan menunjukkan sebuah proses aktif dari sesuatu yang asalnya tidak tersambung. Menghimpun biasanya mengandung makna sesuatu yang tercerai-berai dan berantakan, menjadi sesuatu yang bersatu dan utuh kembali. Tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda, "Yang disebut bersilaturahmi itu bukanlah seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, melainkan bersilaturahmi itu ialah menyambungkan apa yang telah putus" (HR Bukhari).

Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa silaturahmi tidak hanya merekayasa gerak-gerik tubuh, namun harus melibatkan pula aspek hati. Dengan kombinasi bahasa tubuh dan bahasa hati, kita akan mempunyai kekuatan untuk bisa berbuat lebih baik dan lebih bermutu daripada yang dilakukan orang lain pada kita.

Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita mengunjunginya, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.

Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).

Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya menyambungkan tali silaturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut. Betapa tidak! Dengan silaturahmi maka akan terjalin rasa kasih sayang dengan sesama manusia, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka rahmat dan kasih sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita.

Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah akan menjauh bila tali silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan".

Seorang sahabat yang bernama Abu Awfa pernah bekisah. Ketika itu, kata Abu Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau bersabda, "Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan tali silaturahmi". Setelah itu seorang pemuda berdiri dan meninggalkan majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia memendam permusuhan dengan bibinya. Ia segera meminta maaf kepada bibinya tersebut, dan bibinya pun memaafkannya. Ia pun kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati yang lapang.

Sahabat, bagaimana mungkin hidup kita akan tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebencian dan rasa permusuhan. Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di masyarakat. Bila di dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan di jauhkan dari rumah tersebut. Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah negara. Bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bangsa tersebut akan semakin jauh dari rahmat dan pertolongan Allah SWT.

Dari sini bisa kita pahami kenapa Rasul tidak menoleransi sekecil apapun perbuatan yang bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab prasangka itu sedusta-dustanya cerita. Jangan pula menyelidiki, mematai-matai, dan menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara" (HR Bukhari Muslim).

Silaturahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Ini sangat penting. Sebab, bagaimana pun besarnya umat Islam secara kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya, laksana buih di lautan yang mudah diombang-ambing gelombang, bila di dalamnya tidak ada persatuan dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Wallahu a'lam bish-shawab.
 
( KH Abdullah Gymnastiar )

__________________________________________________________________________________

Setelah membaca rangkuman ceramah ustadz, saya berfikir "mungkin orang tua saya tidak memahami ilmu silaturohim ini, sehingga tidak menyampaikannya kepadaku. Tapi orang tua saya sudah terbiasa mengamalkannya." Saya mencoba mengambil hikmah dari banyak kejadian di masalalu yang dahulu saya hanya berfikir lakukan saja. Hal ini semakin terasa saat saya berkunjung ke rumah simbah lebaran kemarin. Terlebih mbah putri sudah wafat (semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan menempatkannya di surganya). Rasa ada sepertinya yang kurang sangat terasa. Apalagi melihat mbah kakung tinggal di rumah sendirian yang luas itu.

Berkunjung (bersilaturohim) setelah lama tidak bertemu sangat menenangkan hati, apalagi bisa memberikan sedikit buah tangan. Bukan apa yang dibawa dan berapa harganya apakah mahal atau tidak. Tapi berkunjung ini bisa menyambung lagi kasih sayang, karena sekian lama tidak bertemu. Rasa kangen yang tidak terucap bisa terobati dengan kunjungan itu.

"Belajar tidak harus selalu dari membaca tulisan, dengan melakukan pun kita bisa belajar." Learning by doing tidak haru tahu dahulu baru melakukan. Lakukanlah dan kamu akan tahu. Pelajaran kehidupan tidak akan pernah berakhir sampai Allah memanggil untuk kembali. 

Selalu jaga silaturohim, karena dengan itu Allah akan memanjangkan umur dan melapangkan rezki.

Salam,
Konno Yuki

Kelik Isbiyantoro

| I'm Moslem, Writer, Statistician, Designer. | Humorous, Perfectionist, Artistic. | "Will be the heir to heaven Al Firdaus" |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar